Guru tidak mengajarkan konsep tetapi mengajarkan teknis
Pembelajaran konseptual mementingkan pada pemahaman, prinsip-prinsip, hubungan antar konsep, mengetahui mengapa sesuatu terjadi, dan mendorong siswa untuk memiliki sense (kepekaan) terhadap konsep matematis.
Pembelajaran prosedural mementingkan pada tata cara, rumus, urutan pemecahan masalah, metode, mengetahui bagaimana sesuatu terjadi, dan mengingat operasi sebagai fakta tanpa mengetahui dasar dibaliknya.
Manakah dari kedua kategori itu yang lebih baik? Tentu matematika konseptual lebih baik dari pada prosedural. Prosedur disusun berdasarkan pemahaman. Dengan pemahaman yang tepat maka prosedur bisa ditemukan dan sangat bervariasi. Mulai dari yang panjang dan berbelit sampai pada yang singkat dan minimalis. Dengan perkembangan kemampuan bernalar siswa, mereka akan bisa memilih dan menyederhanakan prosedur mereka.
Guru tidak mengikuti alur konkret, gambar dan abstrak.
Pembelajaran matematika yang baik harus memberikan waktu yang cukup untuk siswa berada dalam fase konkret dan semi konkret. Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak yang sedang dalam masa operasional konkret. Baru setelah anak cukup bereksplorasi dan mendapatkan konsep yang kuat, fase abstrak bisa diberikan.
Pembelajaran kurang kontekstual
Penyajian permasalahan matematis berupa angka dan tidak berkonteks, diberikan hanya ketika tujuan pembelajaran adalah penguatan keterampilan berhitung siswa. Penanaman konsep dan kemampual bernalar hanya bisa diajarkan ketika masalah matematis memiliki konteks.
Pembelajaran juga menjadi lebih bermakna ketika disampaikan dengan konteks yang tepat. Kesadaran bahwa matematika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa akan muncul. Kesadaran seperti ini membuat siswa memahami pentingnya matematika dalam kehidupan. Kurang mampunya guru menyajikan pembelajaran dalam konteks yang sesuai membuat matematika menjadi sesuatu yang abstrak dan jauh dari kehidupan. Siswa tidak merasakan manfaat dari mempelajari matematika.
Kaku dalam pendekatan dan penyelesaian masalah
Banyak guru matematika yang memilih untuk menggunakan satu prosedur dari sekian prosedur yang mungkin bisa diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Itu pun harus dalam sintaks yang selalu sama. Beda sedikit saja, maka hasil pekerjaan siswa dianggap salah. Ini sangat bertentangan dengan prisnsip bahwa matematika itu luwes dan menjadikan siswa kreatif. Karena hasil yang sama bisa diperoleh dari beragam cara.
Matematika seharusnya diajarkan dengan membuka luas kemungkinan penggunaan berbagai macam prosedur dan cara penyelesaian soal.
Kurangnya pemahaman tentang materi dan urutan materi yang harus diajarkan.
Masalah ini banyak terjadi di sekolah dasar, dikarenakan guru mengajarkan semua mata pelajaran. Tidak semua guru memiliki pengetahuan matematika yang cukup. Matematika memiliki perbedaan dengan mata pelajaran lain, yakni pada sekuensinya. Ada kemampuan prasyarat untuk mempelajari satu konsep. Ini berarti bahwa satu konsep harus diselesaikan lebih dulu sebelum beralih ke konsep lainnya.
Sebagai contoh, pembelajaran geometri memiliki bahan kajian garis, sudut, simetri, luas, kesebangunan, volume dll. Maka urutan materi yang harus diajarkan adalah memahami dulu garis sebelum diajarkan sudut. Pahami dulu sudut baru ke bangun datar. Inilah yang namanya sekuensi atau kemampuan prasyarat.
Pemilihan model dan strategi yang kurang tepat
Strategi pembelajaran matematika yang cocok tentu saja menganut bagaimana matematika itu ditemukan. Discovery learning, Inquiry, PMRI adalah strategi yang direkomendasikan untuk mengajarkan matematika.
Pemilihan discovery learning da inquiry didasarkan pada bagaimana matematika itu sendiri terlahir. Matematika dibuat berdasarkan pada pengamatan, penemuan pola dan akhirnya dibuat kesimpulan berupa rumus. Sedangkan PMRI atau matematika realistik penekanannya adalah pemberian konteks yang real terhadap permasalahan matematis. Masalah real menjadikan matematika lebih membumi dan dirasakan urgensinya.
Kurangnya kegiatan memprediksi, mencongkak, menyelesaiakan secara mental.
Kegiatan memprediksi mencongkak dan menyelesaikan perhitungan secara mental sesungguhnya dapat mengembangkan sense of number. Number sense yang beberapa tahun terakhir menjadi fokus di berbagai negara untuk dikembangkan dan diberikan kepada siswa. Melalui kegiatan ini diharapkan siswa bisa menghitung secara cepat dan tidak tergantung pada pensil dan kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar